Senin, 12 Januari 2009

TINDAKAN UNTUK LAHAN KRITIS


Alternatif pengolahan lahan kering yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang ada antara lain : pengelolaan kesuburan tanah, pengelolaan air dan konservasi tanah, serta rehabilitasi tanah. Di Indonesia, isu dan permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini semakin merebak dan banyak dikemukakan oleh berbagai pihak terutama yang menyangkut kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Hal tersebutlah yang dalam tulisan ini saya akan mencoba membuka wacana kita tentang paradigma lahan kritis yang terjadi di Indonesia.

Kondisi iklim di Indonesia, seperti curah hujan, dan suhu yang tinggi, khususnya di Indonesia bagian barat, menyebabkan tanah-tanah di Indonesia di dominasi oleh tanah berpelapukan lanjut seperti Ultisol dan Oxisols. Tanah-tanah ini secara alamiah tergolong tanah marginal dan rapuh dan mudah terdegradasi menjadi lahan kritis. Di sektor pertanian itu sendiri upaya untuk memanfaatkan lahan marginal seperti ini akan mengalami banyak kendala biofisik berupa sifat fisik yang tidak baik, kahat hara, keracunan unsur, hama dan penyakit. Sebenarnya faktor utama dari terdegradasinya fungsi lahan banyak disebabkan oleh interfensi manusia yaitu dengan pengelolaan yang tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan, sehingga jika tanah yang ingin dimanfaatkan secara berkelanjutan maka perlu adanya upaya pemanfaatan lahan secara arif sesuai dengan tingkat kemampuan lahannya.

Data dari Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan tahun 1993 menunjukkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 7,5 juta hektar lahan yang tergolong potensial kritis, 6 juta hektar semi kritis dan 4,9 juta hektar tergolong kritis, ini menunjukkan bahwa tingkat pengelolaan lahan di Indonesia tergolong “Bobrok”. Inventarisasi lahan kritis sampai tahun 2000 di Indonesia mengeluarkan angka 8.075.514 hektar dari luas daratan Indonesia sebesar 21.944.595 hektar, atau dengan kata lain, 37% dari luas Indonesia adalah lahan kritis (sumber: Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 2000). Hal ini merupakan sesuatu yang serius, dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Tentu saja ini akan mengancam keberlangsungan dari budidaya tanaman dan pertanian yang akan mengancam produksi pertanian dan terjadinya kerawanan pangan. Lahan kritis sendiri banyak ditemukan di Jawa Tengah yang merupakan lahan yang banyak digunakan untuk budidaya tanaman padi. Lahan kritis ini telah menyebabkan bencana yang frekuentatif dan selalu berulang akibat dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan Kritis yang memerlukan biaya sangat besar dan memerlukan data akurat sehingga tidak semua lahan kritis di suatu daerah dapat ditanami atau tidak tepatnya bibit serta metode penanaman yang salah yang menyebabkan gagal tanam Lahan kritis mempunyai kondisi lingkungan yang sangat beragam tergantung dari apa penyebab kerusakannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi lahan kritis menyebabkan tanaman tidak cukup mendapatkan air dan unsur hara, kondisi tanah yang tidak memungkinkan untuk berkembangnya akar dan proses infiltrasi air hujan, kandungan garam yang tinggi akibat akumulasi garam sekunder dari atau intrusi air laut yang menyebabkan plasmolisis, atau tanaman keracunan unsur toksik, sehingga perlu adanya upaya yang mantap dan berkesinambungan dalam usaha pemanfaatannya. Sedangkan penyebab umum yang kita ketahui adalah erosi. Erosi dapat menyebabkan lapisan tanah atas yang relatif subur terangkut meninggalkan lapisan tanah bawah yang miskin hara. Seperti di Jawa Barat pernah diadakan proyek penutupan tanah yang “mati” akibat erosi dengan memindahkan masyarakat di daerah tersebut kemudian menghutankan kembali lahan yang baru ditutup tersebut.

Mengingat begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi lahan yang smakin besar, maka usaha-usaha untuk restorasi dan menekan laju lahan kritis sudah menjadi kewajiban bersama yang harus segera dilakukan. Usaha dalam penanganan permasalahan tersebut telah diupayakan secara fisik, kimia, dan biologi. Bentuk nyata dari upaya tersebut adalah pemanfaatan mikoriza guna memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman serta proyek rehabilitasi lahan kritis dengan reboisasi atau penghutanan kembali, yang dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah hingga sekarang.

Berdasarkan pendekatan hal ini, upaya peningkatan produktivitas lahan kritis hanya akan dapat berhasil apabila masyarakat dilibatkan sebagai aktor utama serta mereka memperoleh peningkatan kesejahteraan dari kegiatan tersebut. Tanpa hal ini, program rehabilitasi lahan yang dicanangkan diramalkan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Tanpa pelibatan masyarakat, siapa yang akan memelihara tanaman yang telah ditanam? Akan mustahil rasanya masyarakat yang miskin secara sukarela meluangkan waktunya untuk sesuatu yang tidak memberikan peningkatan kesejahteraan langsung bagi mereka.

Karena masyarakat merupakan aktor utama kegiatan, maka mereka harus diikutsertakan dari setiap tahapan kegiatan, mulai dari tahap perencanaan hingga implementasinya. Syukur-syukur kesadaran tentang pentingnya kegiatan rehabilitasi lahan kritis tersebut tumbuh diri masyarakat sendiri sehingga kepedulian untuk memelihara tanaman yang telah ditanam tetap tinggi.

Sesungguhnya pengikutsertaan masyarakat dalam kegiatan serupa telah lama dan banyak dilaksanakan, namun keikutsertaan tersebut cenderung sebagai objek atau hanya sebagai pekerja proyek di lapangan. Masyarakat tidak diikutsertakan dalam setiap tahapan sehingga kesadaran untuk tetap memelihara tanamannya setelah kegiatan penanaman berlangsung tidak tumbuh. Apalagi cerita akan terbangunnya kelembagaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan tersebut, sangat jauh dari harapan.

Sesungguhnya banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan tetapi salah satu yang cukup dikenal adalah sistem hutan kemasyarakatan. Pembangunan hutan kemasyarakatan didasarkan pada filosofi bahwa masyarakat tidak sekedar diberikan alternatif untuk tidak merusak hutan, melainkan diarahkan pada pemberian kesempatan dan kepercayaan untuk memanfaatkan sumberdaya hutan terutama hasil hutan non kayu sehingga tercipta interaksi positif antara masyarakat dan hutan melalui pengelolaan partisipatif.

Salah satu kegiatan dalam hutan kemasyarakatan yang dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan adalah agroforestry (wana tani). Terdapat berbagai pola agroforestry yang dapat digunakan misalnya pola agrosilvopastural. Pola ini memadukan penanaman tanaman pertanian musiman, kehutanan, dan sumber pakan ternak sehingga cocok untuk digunakan untuk rehabilitasi lahan akibat pengembalaan yang berlebihan (over grazing). Pola lainnya adalah silvofishery yang menggabungkan kegiatan penanaman kehutanan dan perikanan sehingga pola ini dapat digunakan untuk merehabilitasi lahan mangrove misalnya.

Selain dua diatas masih terdapat pola-pola agroforestry lainnya, tetapi satu hal yang sama adalah bahwa penanaman pohon dilakukan bersamaan dengan berbagai jenis tanaman pertanian. Berbagai praktek agroforestry menunjukkan bahwa sistem ini memberikan dampak ganda berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat di satu sisi dan peningkatan produktivitas lahan dan kelestarian hutan disisi lain. Selain memperoleh kesejahteraan dari tanaman pertanian semusim yang ditanam di antara tanaman kehutanan, teknik ini memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas tanah berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara dan bahan organik serta menekan laju erosi tanah.

Hal yang sebenarnya sangat penting dalam upaya-upaya di atas adalah peran serta dari seluruh elemen yang terkait, dalam hal ini kita tekankan pada mahasiswa dan petani. Petani merupakan subjek yang secara tidak langsung merupakan bagian yang paling dekat dengan obyek yaitu lahan, sehingga peran petani dalam upaya pemanfaatan lahan yang telah ada secara baik perlu menjadikan pertimbangan dan bahasan khusus guna mencapai target kelestarian lahan. Petani wajib diikutsertakan dalam setiap usaha kelestarian lahan secara berkesinambungan, sehingga tidak terjadi lagi fenomena pasca proyek selesai tidak ada lagi upaya pengelolaannya. Karena sebenarnya kita mampu memberdayakan petani dengan baik dalam menindaklanjuti usaha penyelamatan lahan tersebut. Mahasiswa sendiri sebagai “agen of change” diharapkan mampu berada sebagai elemen terdepan dalam proses pembangunan pertanian. Kegiatan mahasiswa juga harus mampu untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut melalui pendekatan secara ilmiah dan tindakan nyata. Sehingga peran pengabdian dalam tri darma perguruan tinggi benar-benar terlaksana, bukan hanya semboyan belaka.

RUMAH KACA FAKULTAS PERTANIAN UNS

Rumah kaca merupakan suatu bangunan yang dapat digunakan untuk melakukan budidaya tanaman di dalam ruangan. Bangunan yang atapnya dibuat dari kaca atau bisa diganti dengan plastik yang bening dapat berfungsi untuk menahan energi panas matahari yang dipancarkan sehingga energi panas tetap berada di dalam bangunan rumah kaca tersebut. Dengan panas ini tanaman akan mendapatkan energi panas ini lebih intensif sehingga dalam metabolismenya dapat berjalan dengan lancar. Di daerah subtropis dan sedang rumah kaca ini dapat menghangatkan tanaman pada musim dingin.

Di lingkungan sekitar juga dikenal adanya efek rumah kaca. Efek rumah kaca yaitu adalah suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dile­pas­kan ke angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi semakin panas. Perubahan panjang gelombang ini terjadi karena radiasi sinar matahari yang datang ke bumi adalah gelombang pendek yang akan memanaskan bumi. Secara alami, agar tercapai keadaan setimbang dimana keadaan setimbang di permukaan bumi adalah sekitar 300 K, panas yang masuk tadi didinginkan. Untuk itu sinar matahari yang masuk tadi harus diradiasikan kembali. Dalam proses ini yang diradiasikan adalah gelombang panjang infra merah.

Proses ini dapat berlangsung berulang kali, sementara gelombang yang masuk juga terus menerus bertambah. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer, sehingga suhu permukaan bumi meningkat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa energi yang masuk ke permukaan bumi: 25 % dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfir, 25 % diserap awan, 46 % diabsorpsi permukaan bumi, dan sisanya yang 4 % dipantulkan kembali oleh permukaan bumi (beberapa penelitian memberikan hasil yang berbeda).

Efek rumah kaca itu sendiri terjadi karena naiknya konsentrasi gas CO2 (karbondioksida) dan gas-gas lainnya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metan (CH4), kloroflourokarbon (CFC) di atmosfir. Kenaikan konsentrasi CO2 itu sendiri disebabkan oleh kenaikan berbagai jenis pemba-karan di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan-bahan organik lainnya yang melam-paui kemampuan permukaan bumi antuk mengabsorpsinya. Bahan-bahan di permukaan bumi yang berperan aktif untuk mengabsorpsi hasil pembakaran tadi ialah tumbuh-tumbuhan, hutan, dan laut. Jadi bisa dimengerti bila hutan semakin gundul, maka panas di permukaan bumi akan naik.

Energi yang diabsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Hanya saja sebagian sinar infra merah tersebut tertahan oleh awan, gas CO2, dan gas lainnya sehingga kembali ke permukaan bumi. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lain di atmosfer maka semakin banyak pula gelombang panas yang dipantulkan bumi diserap atmosfer. Dengan perkataan lain semakin banyak jumlah gas rumah kaca yang berada di atmosfer, maka semakin banyak pula panas matahari yang terperangkap di permukaan bumi. Akibatnya suhu permukaan bumi akan naik.

Dengan meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan perobahan iklim yang tidak biasa. Selain itu hutan dan ekosistem pun akan terganggu. Bahkan dapat mengakibatkan hancurnya gunung-gunung es di kutub yang pada akhirnya akan mengakibatkan naiknya permukaan air laut sekaligus menaikkan suhu air laut.

Rumah kaca yang ada di Fakultas Pertanian UNS merupakan suatu simbol yang dapat di lihat atau sebagai ciri khas yang dimiliki Fakultas Pertanian. Ada tiga buah rumah kaca di Fakultas Pertanian yang ketiganya mempunyai ukuran 15x10 m. rumah kaca ini awalnya di dirikan pada tahun 1989 dan hanya berjumlah 1 saja. Dalam perjalanannya rumah kaca ini mulai berkembang karena tuntutan dari Fakultas yang ingin menjadikan rumah kaca sebagai sarana mahasiswa untuk lebih belajar budidaya tanaman khususnya mahasiswa jurusan agronomi yang bergerak dalam bidang budidaya tanaman. Banyak yang dapat dilakukan di dalam rumah kaca, mulai dari praktikum yang dilakukan oleh mahasiswa tingkat bawah sampai tingkat atas, penelitian oleh mahasiswa maupun adanya pelaksanaan proyek dosen.

Rumah kaca ini ada yang bertanggungjawab, yaitu oleh dosen yang berkompeten dalam bidang ini atau yang ditunjuk oleh jurusan agronomi. Dosen yang bertanggungjawab adalah Bpk. Ir. Dwi Hardjoko, Mp. Beliau adalah dosen matakuliah hidroponik dan sering membimbing mahasiswa yang melakukan penelitian tentang sistem budidaya secara hidroponik yang banyak dilakukan di dalam rumah kaca. Untuk bisa melakukan kegiatan yang dilakukan di rumah kaca ini terlebih dahulu harus melalui izin dengan Bpk. Ir. Dwi Hardjoko, Mp. Biasanya para asisten dosen diberi wewenang membawa kunci rumah kaca demi kelancaran acara dari praktikum itu sendiri.

Rumah kaca dibangun dengan letak yang berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya, hal ini bertujuan untuk memudahkan akses dalam praktikum yang tidak hanya menggunakan satu rumah kaca dan juga untuk perawatan dan pengelolaan lebih mudah. Rumah kaca ditandai dengan rumah kaca A rumah kaca B dan juga rumah kaca C. Rumah kaca yang terletak sebelah timur dari kampus dan dekat dengan lahan parkir membuat setiap mahasiswa yang datang ke kampus bisa dengan mudah melihat sejuknya rumah kaca Penampilan rumah kaca dari luar cukup bagus dan kelihatan indah dan sejuk di pandang oleh mata mahasiswa yang baru datang ke kampus pertanian UNS. Karena ketiganya baru saja dilakukan perbaikan yaitu dengan mengganti kaca-kaca sebagai atap yang sudah mulai kusam dan juga banyak ditumbuhi lumut. Ketiganya juga dilakukan pengecatan warna hijau yang mencirikan dari warna pertanian, sehingga dilihat sangat sesuai dengan corak dari kampus pertanian. Di dalam rumah kaca sendiri terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Fasislitas-fasilitasnya disesuiakan dengan tujuan dari penggunaan rumah kaca itu sendiri. Penggunaan rumah kaca ini disesuiakan dengan kegiatan-kegiatan praktikum yang tidak hanya satu matakuliah saja akan tetapi juga digunakan untuk penelitian-penelltian yang menjadikan alat-alat yang ada di dalamnya juga berbeda antara rumah kaca yang satu dengan yang lainnya. Fasilitas umum yang ada di dalam rumah kaca yaitu adanya suplai listrik, adanya instalasi air, ember, lemari, dan juga cetok. Untuk mesin pemecah batu bata hanya ada di rumah kaca A saja, pada rumah kaca B terdapat empat buah kolam yang biasa digunakan untuk praktikum budidaya dengan sistem hidropnik. Peralatan-peralatan yang ada di dalam rumah kaca bisa dikatakan tidak sepenuhnya baik. Hal ini bisa dilihat dengan jelas kerusakan-kerusakan yang terjadi misalnya pada lemari penyimpanan yang sudah mulai lapuk dan juga pintunya hilang, ini membuat pemandangan yang cukup tidak nyaman dan bertolak belakang dengan pandangan dari luar yang terlihat rumah kacanya megah dan bagus. Selokan-selokan yang ada di dalam rumah kaca tidak seluruhnya baik, hampir separuh dari jumlah mengalami penyumbatan yang membuat pembuangan air tidak berjalan dengan lancar yang mengakibatkan kegiatan praktikum atau penelitian akan terganggu. Peralatan yang ada di dalam terlihat berserakan dan rumah kaca sendiri seperti tidak ada yang mengelolanya, apalagi setelah dilakukan kegiatan praktikum botol-botol yang sudah tidak digunakan tidak tertata rapi.

Rumah kaca sendiri di mata mahasiswa adalah hanya sebagai tempat praktikum. Hal ini menjadikan mahasiswa tidak begitu peduli tentang nasib dari rumah kaca. Sedikitnya saran atau kritik yang ditujukan untuk pengelola dari rumah kaca demi kebaikan yang bisa dicapai dan kemajuan yang akan datang. Mahasiswa yang sedikiti peduli adalah mahasiswa yang menenpuh jurusan agronomi, karena dari semester satu sampai tujuh praktikum-praktikum dilakukan di rumah kaca walaupun tidak semuanya dilakukan di situ. Walaupun dengan segala kekurangan dan kelebihannya rumah kaca bagi mahasiswa Fakultas Pertanian merupakan suatu simbol dan kebanggaan yang perlu dijaga dan dimajukan untuk kepentingan pendidikan di Fakultas Pertanian khususnya dalam budidaya tanaman.